Lahan kering sub-optimal di Cilacap, khususnya Desa Gandrungmanis Kecamatan Gandrungmangu hanya dapat ditanami padi satu kali dalam satu tahun, karena hanya mengandalkan pengairan dari curah hujan. Akan tetapi, kondisi tersebut hanya terjadi pada tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, petani sudah dapat panen padi dua kali dalam waktu setengah tahun, bahkan diprediksi akan panen padi untuk ketiga kalinya tanpa menanam bibit baru. Pilot Project Pertanian Terpadu pada 10 hektar lahan sub-optimal Kelompok Tani “Rukun Tani” kerja sama Universitas Jenderal Soedirman, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto dan pemerintah daerah Kabupaten Cilacap yang mengintegrasikan teknologi rekayasa pola tanam, varietas unggul, pupuk hayati dan teknik budidaya khusus ini menargetkan petani dapat panen tiga kali dalam satu tahun (padi-padi-kedelai). Pada musim tanam 1 (MT 1) petani menanam padi gogo aromatik dengan aplikasi pupuk hayati, kemudian diterapkan teknologi Salibu pada sisa MT 1 dan MT 2, dilanjutkan lagi penanaman kedelai dengan sistem Superbodi pada musim berikutnya. Dengan cara tersebut, masyarakat bisa panen 3 kali selama satu tahun dengan penghematan waktu budidaya dan biaya usaha tani meski pengairan bagi lahannya hanya mengandalkan curah hujan.
Tim peneliti UNSOED pada program yang berjalan selama tahun 2016 ini diketuai oleh Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D. beranggotakan Agus Riyanto, S.P., M.Si, Dyah Susanti, S.P., M.P., Ir. Teguh Widiyatmoko, M.P. dan Akhmad Rizqul Kariem, S.P., M.Si. Beberapa peneliti bidang agronomi juga mendukung kegiatan ini melalui pembimbingan skripsi mahasiswa, diantaranya Ir. Tridjoko Agustono, M.P., Ir. Supartoto, M.Sc.Agr., dan Ir. Tri Harjoso, M.P. Mahasiswa Program Studi Agroteknologi yang terlibat aktif dalam kegiatan penelitian ini, diantaranya Mimsin Yudha Kartika, Rizky Utami, Balqizh Djeniro, dan Ade Listiyo. Padi gogo aromatik yang dikembangkan di lahan percontohan ini adalah Inpago UNSOED 1. Varietas padi yang dirakit dua peneliti Universitas Jenderal Soedirman, yaitu Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S. dan Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D. ini potensi hasilnya mencapai 7,42 ton (GKG) per hektar di lahan kering dan dapat mencapai 13,3 ton/ha di lahan sawah dengan teknik budidaya organik. Umur panen yang sama dengan padi sawah (110 – 117 hari), nasinya pulen serta aromanya yang wangi sangat disukai oleh konsumen dan mempunyai harga jual yang tinggi. Harga jual beras aromatik dan pulen dapat mencapai 2 kali lipat harga jual beras biasa.
Teknik Salibu dilakukan dengan cara menumbuhkan dan memelihara tunas baru dari bekas rumpun padi pada musim tanam sebelumnya untuk mengefisienkan penggunaan air pada akhir MT 1. Teknik ini menghemat waktu sekitar 40 hari dari teknik tanam pindah yang biasa dilakukan petani, karena tidak ada persemaian, olah tanah dan tanam. Secara ekonomis, teknik ini lebih hemat, karena petani tidak mengeluarkan biaya kerja untuk tiga tahapan awal budidaya dan tidak perlu membeli benih lagi. Keuntungan yang paling mendasar bagi petani di lahan kering yang mengandalkan air hujan adalah adanya peluang untuk bisa panen, karena tanaman masih mendapatkan air hujan selama awal musim tanam. Sedangkan teknik Superbodi kedelai dilakukan dengan memanfaatkan bonggol padi dari pertanaman sebelumnya untuk menempatkan benih, ditujukan untuk mempertahankan kelembaban tanah di sekitar pertanaman kedelai sehingga meski kemarau, kedelai tetap mampu tumbuh dan berkembang dengan baik hingga berproduksi. Kelebihan metode ini, menghemat biaya karena tidak perlu dilakukan pengolahan tanah, meningkatkan daya dukung lahan bagi pertumbuhan dan produksi kedelai, mempertahankan ketersediaan air bagi perakaran tanaman, dan meningkatkan produktivitas lahan yang biasanya bera pada MT 3 karena kemarau.
Panen padi salibu MT 2 menghasilkan produktivitas 6,5 t/ha, masih lebih tinggi dari produktivitas petani setempat yang berkisar 4-4,8 t/ha, tetapi lebih rendah dari produktivitas Pada MT 1 produktivitas padi gogo aromatik dengan sistem tanam pindah (tapin) mencapai 10,5 t/ha. Penurunan hasil ini tetap memberikan keuntungan bagi petani, karena biaya budidaya salibu sangat rendah dan cepat panen. Pada MT 3 petani berminat untuk mengaplikasikan kembali teknik salibu untuk memanfaatkan curah hujan yang masih cukup tinggi. Panen padi sistem Salibu ini dilanjutkan dengan penanaman secara simbolis kedelai dengan teknik Superbodi, yaitu memasukkan benih kedelai pada pertengahan bonggol padi.
Keunggulan varietas padi dengan daya hasil dan kualitas hasil yang tinggi serta dan kelebihan sistem budidaya salibu yang hemat biaya dan 40 hari lebih cepat panen, terbukti mampu melipatgandakan produksi padi dan keuntungan petani dalam usaha tani padi di lahan kering. Lumbung padi Desa Gandrungmanis penuh terisi sepanjang dua musim tanam ini. Bersama Bank Indonesia dan pemerintah daerah, Agroteknologi UNSOED terbukti mampu memberi kontribusi nyata bagi terwujudnya Ketahanan Pangan Nasional.