[Fapertaunsoed, 16/1/2019]-Gagasan Pertanian 4.0 menarik perhatian pelaku pertanian dalam mendukung pengembangan pertanian modern, hal ini menjadi salah satu alasan Program Studi Teknik Pertanian (PS TEP), Jurusan Teknologi Pertanian (TP), Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) menggelar Kuliah Umum bertajuk “The Role of Agricultural Engineering in Agriculture 4.0” Sabtu, 11 Januari 2019, pukul 08.00-12.00 bertempat di Auditorium Fakultas Pertanian. Kuliah Umum ini diikuti oleh 250 peserta meliputi mahasiswa dan dosen yang berasal dari berbagai program studi di lingkungan maupun di luar Fakultas Pertanian.
Kuliah Umum ini disampaikan oleh 3 (tiga) pembicara Prof. Dr. Kudang Boro Seminar, M.Sc Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr, Tenaga Ahli Menteri Bidang Insfrastruktur Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia, dan Dr. Ir. Conrad Hendrarto, M.Sc Staf Ahli Menteri Bidang Pengembangan Wilayah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Dalam pemaparannya yang pertama Prof. Kudang membahas bagaimana pendekatan dan penerapan sistem pertanian presisi (precision agriculture) dan sistem pelacakan untuk mendukung agroindustri yang berkelanjutan, baik sistem pertanian presisi dan sistem pelacakan saling menguatkan dan keduanya memerlukan teknologi informasi dan komputasi berkinerja tinggi untuk mendukung akuisisi dan pengolahan data yang cepat, akurat untuk pemantauan, pengambilan keputusan, dan pengendalian berbagai aktivitas produksi dan produk pertanian di setiap mata rantai produksi dan pasok dari hulu ke hilir (from land to table). Pertanian presisi (precision agriculture) adalah bertani dengan input dan teknik yang tepat sehingga tidak terjadi pemborosan sumberdaya. Teknik ini banyak dikembangkan petani, sesuai namanya precision = presisi = tepat, petani melakukan tindakan budidaya secara tepat berdasarkan informasi yang mereka terima.
“Tidak banyak pelaku komoditas pertanian Indonesia yang mampu menembus pasar ekspor seperti Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, dan Jepang karena tidak memiliki sistem pelacakan yang baik sebagai salah satu syarat legalnya. Berdasarkan kajian kerja sama bilateral Indonesia–Uni Eropa di bidang ekonomi dan keuangan salah satu kelemahan yang dapat mengurangi kemampuan Indonesia dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara lain adalah kualitas produk tidak memenuhi standar terutama menyangkut keamanan, keselamatan, dan kesehatan. Atas alasan inilah, produk-produk pertanian Indonesia mengalami kesulitan masuk ke pasar negara maju yang memiliki standar dan persyaratan teknis yang tinggi”, tambahnya.
Dengan precision farming, petani mengolah tanah, menanam, merawat, memanen tanaman secara presisi. Itu dilakukan dengan bantuan perangkat teknologi digital yang membantu petani mampu menghitung jarak tanam tepat, kebutuhan benih dan pupuk tepat, umur panen dan jumlah panen tepat. Itu dibarengi dengan penggunaan alat mesin pertanian yang serba pintar.
Sementara itu, pembicara kedua Prof. Budi dengan judul “Mechanization for Very Large Scale (VLS) Agricultures” menyampaikan bahwa ada tiga infrastruktur yang sangat penting yaitu pengairan, transformasi, dan komunikasi/informasi. Saat ini yang menyebabkan harga produksi tinggi adalah biaya lahan dan tenaga kerja sehingga harga menjadi tinggi, sementara produk import biaya produksinya rendah sehingga harganya bisa lebih murah. Diperlukan terobosan-terobosan penting untuk mengatasi masalah ini.
Pada sesi ketiga Dr. Conrad menyampaikan tentang “ Desa Membangun Indonesia di Era 4.0.” Ia menjabarkan data bahwa Indonesia adalah negara kaya yaitu Negara dengan kepulauan terbesar didunia memiliki lebih adri 17.100 pulau, memiliki penduduk nomor 4 terbesar di dunia, lebih dari 714 suku dan >1.100 bahasa daerah, memiliki garis pantai terpanjang ke-2 di dunia setelah kanada dengan total panjang 99.093 km dan negara dengan kekuatan ekonomi ke 15 di dunia dengan total GDP lebih dari USD 1 Triliun. Diantara potensi desa yaitu Desa memiliki potensi pertanian, perkebunan, perikanan, dan wisata. Namun melimpahnya kekayaan dan potensi desa belum dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan produktiviras ekonomi desa. Salah satu faktor utama lemahnya ekonomi desa adalah belum optimalnya peran kelembagaan ekonomi produktif desa yang dapat menjadi wadah bagi para pelaku usaha di perdesaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan Revolusi Desa 4.0. Dimana teknologi informasi digunakan untuk gerakkan ekonomi membangun desa. Potensi ekonomi desa sangat potensial untuk dikembangkan terlebih di era 4.0 ini. Perguruan Tinggi dapat menjalankan perannya dalam optimalisasi potensi desa melalui berbagai hal. Salah satunya adalah melalui program akademik desa 4.0 yang menekankan pada pelatihan-pelatihan dalam rangka optimalisasi potensi desa. (RL)
Fakultas Pertanian Jaya!!!