Generasi Milenial punya cara dan ketertarikannya sendiri dalam menjalani perkuliahan. Oleh karena itu variasi dalam perkuliahan sangat penting untuk memotivasi generasi ini. Hal kecil kadang sangat berarti untuk menumbuhkan ketertarikan dan motivasi. Kali ini dalam Mata Kuliah Termodinamika, Rifah Ediati, S.TP.,MP Dosen Teknik Pertanian Unsoed memberikan doorprize bagi mahasiswa yang mampu menjelaskan sejarah skala fahrenheit. Adalah Reza salah satu peserta kuliah mahasiswa angkatan 2018 yang berhasil menjelaskan dan mendapatkan doorprize sebuah buku yang berjudul “SOEDIRMAN Seorang Panglima, Seorang Martir” (20/19).
Pengukuran bukan hanya tentang panjang dan massa, namun juga tentang suhu. Pengukuran suhu atau sering disebut temperatur termasuk dalam konsep yang relatif baru. Ilmuwan awal memahami perbedaan antara “panas” dan “dingin”, tetapi mereka tidak memiliki metode untuk mengukur berbagai tingkat panas sampai abad ketujuh belas. Ada empat skala utama yang biasa digunakan di dunia saat ini untuk mengukur suhu: skala Fahrenheit (°F), yang (°C) skala Celsius, dan skala Kelvin (K) dan skala Reamur (°R). Masing-masing skala ini menggunakan penentuan titik referensi yang berbeda.
Skala Fahrenheit diambil dari nama Daniel Gabriel Fahrenheit (1686-1736), seorang fisikawan Jerman. Fahrenheit awalnya membuat skala di mana temperatur campuran es-air-garam yang ditetapkan sebesar 0 derajat. Suhu es air (tanpa garam) campuran ditetapkan pada 30 derajat dan suhu tubuh manusia ditetapkan pada 96 derajat.
Menggunakan skala ini, Fahrenheit mengukur temperatur air tepat 212 ° F mendidih pada skala nya. Dia kemudian menyesuaikan titik beku air dari 30 ° F sampai 32 ° F, sehingga membuat kesimpulan interval antara titik beku dan titik didih air hingga 180 derajat (dan mengukur suhu tubuh berada pada 98,6 ° F). Skala Fahrenheit masih umum digunakan di Amerika Serikat (RL)